Sabtu, 05 Februari 2011

Mengintip Sabang Simbol Negeri

Selamet Ginting

Sabang bukan hanya sebagai simbol negeri, tetapi juga memiliki potensi wisata yang dapat diandalkan.ebuah monumen menjulang S tinggi berdiri di atas bukit. Tugu warna putih setinggi 22,5 meter itu berbentuk lingkaran berjeruji. Di atasnya terdapat lingkaran menyempit seperti mata bor.

Di puncak tugu berdiri patung burung garuda yang menggenggam angka nol. Di situ terukir sebuah prasasti dari marmer hitam yang menunjukkan posisi geografis tugu ini. Lintang Utara 05 54 21,99" Bujur Timur 95 1259,02". Prasasti itu ditandatangani Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BPPT BJ Habibie pada 1997.


Monumen ini dinamakan Tugu Nol Kilometer, terletak di kawasan hutan lindung di kota Sabang, Pulau Weh. Tepatnya di Desa Iboih Ujong Bau 29 kilometer di sebelah barat kota Sabang yang berada di ujung utara Sumatra. Tugu Nol Kilometer merupakan simbol perekat Nusantara dari Sabang di Aceh sampai Merauke di Papua. Tugu simbol negeri ininenjadi objek wisata dansejarah bagi pelancong domestik maupun mancanegara.

"Jalan menuju tugu ini sudah bagus, tinggal promosinya saja," kata Kepala Dinas Pariwisata Kota Sabang, Helmi Ali. Setiap pengunjung tugu ini pun bisa mendapatkan sertifikat dari Dinas Pariwisata Sabang sebagai bukti telah mengunjungi lokasi awal geografis Indonesia dari ujung barat.

Sambil menikmati pemandangan hutan dan pantai, pengunjung akan disambut puluhan monyet berbulu abu-abu dan hitam. Monyet-monyet itu asyik menunggu di pinggir jalan, mengharapkan sejumlah pisang dari wisatawan. Biasanya pengunjung telah menyiapkan beberapa sisir pisang untuk diberikan kepada satwa mamalia ini.

Untuk mencapai tugu ini, kita dapat menempuh perjalanan darat dengan mobil, sekitar 15 km. Ada juga sejumlah mobil yang disewakan.dari pusat kota menuju lokasi tersebut. Dari atas tugu itu kita bisa menyaksikan tenggelamnya matahari (sunset) di batas cakrawala barat. Kita juga bisa menyaksikan pemandangan sejumlah kapal-kapal asing di pinggiran Selat Malaka dengan bendera berwarna-warni. Di atas tugu ini, pengunjung seolah akan menjadi barisan pertama anaknegeri yang memijakkan kaki dipersada Tanah Air. "Inilah aku, benteng pengawal Republik."

Wisata bahari

Sabang bukan hanya sebagai simbol negeri, tetapi juga potensi wisata yang dapat diandalkan. "Siapa pun yang datang di Sabang, akan takjub melihat keindahan wisatanya," kata mantan perdana menteri Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Malik Mahmud, yang ikut menandatangani kesepahaman per-damaian di Helsinki.

Sebelum sampai Tugu Nol Kilometer, kita dapat menikmati objek wisata Pantai Iboih. Pengunjung akan dimanja dengan suasana hamparan pasir putih yang bersih. Kita bisa memancing, menyelam, berenang, dan berperahu atau dengan boet mesin menyeberangi Pulau Rubiah.

Berbeda dengan di Bali, di Sabang kita tidak akan menemukan wisatawan bule yang berbikini ria sambil berje-mur di tepi pantai. Hal ini karena ada peraturan Syariat Islam di wilayah Aceh. Pelancong boleh berenang di laut dan berjemur di pantai, asalkan tidak berpakaian bikini yang mencolok pandangan mata.

Selain Pulau Iboih dan Rubiah, objek wisata lainnya yang menjadi andalan, di antaranya Klah, Lhueng Angen, Pantai Tapak Gajah, Anoe Itam, dan pemandian air panas. Dan, jangan lupa di tempat-tempat wisata itu tersedia hidangan mi rebus khas Aceh dengan menu kepiting, cumi-cumi, udang. Berbagai jenis seafood menjadi hidangan andalan bagi pelancong.

Tak ayal. Sabang menjadi magnet bagi wisatawan mancanegara yang berlibur ke Phuket, Thailand, maupun Lang-kawi, Malaysia. "Kami akan mengusahakan fasilitas pesawat udara yang dapat menghubungkan Sabang dengan Phuket dan Langkawi," ujar Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Aceh, Marwan Sufi.

Selain panorama alam, di Pulau Weh ini pun terdapat objek wisata sejarah be-etOGSPOTCOMrupa benteng-benteng peninggalan Portugis, Belanda, dan Jepang. Inilah alasan mengapa Sabang pun kerap mendapatkan julukan sebagai Kota Seribu Benteng yang menghadap ke Selat Malaka.

Tahun ini Sabang pun turut berbenah diri menyambut Visit Aceh Year. Menurut Helmi Ali, pada 1980-an, Sabang telah ditetapkan sebagai salah satu tujuan wisata penting di Aceh. Tetapi, karena berbagai hal, harapan tersebut belum dapat terealisasi secara optimal.

Beberapa kelemahan yang harus dibenahi antara lain masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk turut mempromosikan Sabang sebagai daerah wisata. Misalnya soal keramahan terhadap pendatang dan tingginya harga barang-barang yang dijual, serta belum terjaganya kebersihan lingkungan.

Sabang diharapkan menjadi pasar wisata berdasarkan jalur perjalanan internasional. Seperti, rute kapal yacht dan kapal cruise Eropa-Maladewa-Bangkok (Thailand)-Phuket- Lang-kawi/Penang-Sabang. Selain itu, Cina-Jepang-Singapura-Penang/Langkawi-Bangkok (Phuket)-Sabang. Darwin-Bali-Sabang-Penang/Langkawi/Phuket.

Ada juga rute perjalanan wisatawan Eropa Eropa-Bangkok (Thailand)-Laos, Vietnam, Kamboja-Phuket, Krabi, Koh Samu, Koh Tao-Langkawi, Penang, Perhentian-Banda Aceh-Sabang. Rute perjalanan backpackers tentu juga perlu menyertakan Sabang di dalamnya Negara asal-Thailand, Penang atau Bali, Jakarta-Medan-Banda Aceh/Brastagi-Kutacane/Blang Kejeren/Takengon/Banda Aceh-Sabang.

ed pnyaniono oemar

Sumber :
Republika, 7 Agustus 2010
http://bataviase.co.id/node/330647

Tidak ada komentar:

Posting Komentar